Lengkap sudah bulan November ini penuh dengan cercaan dan ekspresi kekecewaan saya atas tayangan hiburan dalam negeri yang semakin parah. Belum menikmati benar bagusnya Laskar Pelangi di pasaran, muncul lagi film-film bioskop teranyar yang sangat memuakkan. Temanya tidak jauh dari asosiasi seks dan komedi jayus tak tertolong. Memang itu sudah sulit untuk diperbaiki.
Namun, saya juga menyadari bahwa tayangan di televisi lokal, yang notabene disaksikan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia, rata-rata sangat tidak mendidik. Jangan sebut-sebut sinetron Indonesia yang memang jaminan mutu sampahnya membodohi masyarakat dengan segala ajaran yang tidak baik dan tidak benar. Plot cerita yang terlalu tidak masuk akal dan latar belakang yang terlalu menjual mimpi. Kangen sekali saya akan sinetron "Keluarga Cemara" zaman saya masih SD yang sangat bagus dan edukatif. Pak Presiden dan seluruh pihak yang merasa bertanggung jawab, bagaimana bangsa ini mau semakin pintar dan logikanya semakin jalan?? Jangan teruskan omong kosong tentang pendidikan sekolah gratis bagi mereka yang tidak mampu jika tidak mampu menahan laju tayangan televisi nasional.
Harus diakui bahwa televisi, bukan internet atau TV kabel yang menjadi sumber informasi dan hiburan mayoritas masyarakat Indonesia yang berada di segmen menengah ke bawah. Televisi menjadi makanan utama sehari-hari. Rasanya tidak mungkin orang Indonesia melewatkan satu hari saja tanpa menyaksikan televisi kurang dari 1 jam (khusus saya memang sudah anti). Bahkan untuk anak-anak, yang notabene generasi emas penerus bangsa, pasti lebih ingat pesan acara dan iklan di TV dibanding pesan Bapak Ibu Guru di sekolah. Saya juga pernah sekolah tentunya. Dan baru 2 tahun lalu saya lulus dari bangku SMA.
Sungguh menyedihkan melihat tayangan televisi lokal. Untung saya ditawari pemasangan TV kabel yang mayoritas isinya acara luar negeri yang nun jauh lebih berkualitas. Namun, ada juga anggota keluarga yang masih heavy viewer. Dan kalau ditanya, acara di televisi memang super jelek. Lalu mengapa terus ditonton? Katanya, TIDAK ADA PILIHAN LAIN. Ada benarnya memang. Acara di luar sinetron, seperti reality shownya juga sangat memilukan. Salah satu acara di stasiun TV yang "katanya" memberi nafas baru acara TV Indonesia, yaitu Trans TV, sedang menayangkan satu reality show berjudul "Happy Family : Me vs Mom". Acara ini, menurut saya, adalah salah satu acara terburuk yang pernah ada di dunia. Isinya hanya satu, bagaimana caranya membuat sang anak kandung/ibu kandung menderita ketakutan setengah mati dengan berbagai cara yeng memang dibencinya, sambil menertawakan dari belakang. Sang ibu dan anak berlomba-lomba menjadi yang terjahat demi mendapatkan hadiah dari Ruben Onsu. Nah, bloggers, sebut SATU SAJA kelebihan dari acara ini!! Langsung saya jawab, TIDAK ADA. Yang ada hanya menambah dosa ibu dan anak, ekspresi berlebihan yang sangat dibuat-buat (ketahuan banget bo, ini Indowood, bukan Hollywood), dan menanamkan nilai moral minus kepada pemirsa.
Masih banyak acara lain yang serupa tapi tak sama. Hampir semua acara yang prime time, yang seharusnya paling bagus karena jumlah penonton saat itu mencapai yang tertinggi, diisi dengan materi sampah yang membodohi bangsa. Bukan bersifat kebarat-baratan atau kurang menghargai hasil karya lokal, tapi justru saya kasihan sama rekan-rekan heavy viewer yang secara langsung tak langsung pasti menyerap apa yang ditontonnya (sesuai teori Cultivation Analysis dan Social Learning). Kecil sekali kemampuan pemirsa untuk memilih program acara yang ada, karena tadi, memang tidak ada pilihan.
Ayolah bung, saya tahu persis keadaan pasar memang berselera rendah. Namun, jika semuanya mau berkompakan, memberikan tayangan acara yang bagus (bukan mahal tentunya) untuk mendidik bangsa ini. Kita orang-orang komunikasi harus ambil bagian dalam usaha pencerdasan bangsa. Tentunya lewat acara televisi dulu. Kalau semuanya kompak tidak ada yang menayangkan sinetron murahan atau reality show tak bermoral, tentunya audiens juga tidak punya pilihan lain selain menikmati tayangan tersebut. Perlahan-lahan, selera audiens pun bisa naik dan akhirnya membaik. Memang sulit untuk direalisasikan, tapi bukan tak bisa, kan? Pemerintah yang berkuasa juga tolong lah memberikan batasan-batasan yang ketat, jelas, namun berguna bagi acara-acara yang terlalu banyak mengandung kekerasan dan misi balas dendam. Saya kira bukan hanya saya, dan juga sudah lama hal ini diperdebatkan.
Maju terus perfilman Indonesia dan ayo dong buka lagi siaran langsung Liga Inggrisnya! Jangan kalah sama Aora!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment