Lebaran artinya Jakarta yang sepi. Namun sepinya Jakarta tak saya nikmati kali ini. Banyak dari teman-teman juga pergi ke Bandung. Bandung seperti kota pelarian Jakarta yang otomatis menjadi sangat ramai, alias sangat macet, karena Bandung semakin mudah dijangkau dan Puncak pun mengalami hal yang serupa. Saya beserta Ortu dan beberapa keluarga lain yang segereja pergi ke Ciwidey, dataran tinggi yang terletak di selatan Bandung, sedikit lebih jauh dari Pengalengan. Total ada 6 keluarga beserta anak-anaknya yang pergi bersama-sama. Saya adalah anak yang paling tua di antara semuanya. Tadinya seh sudah tidak mau ikut, tapi daripada jadi sapi ompong, lebih baik ikut saja. Kami pergi Rabu pagi ketika umat Islam sedang sholat id.
Perkebunan teh Walini di Ciwidey memang sedikit terisolasi dari keramaian. Operator seluler yang dapat sinyal pun hanya XL dan Telkomsel. Namun inilah yang kami cari. Cuaca yang sangat dingin, atmosfer yang tenang sekali, pemandangan yang total berwarna hijau karena dikelilingi perkebunan teh. Setiap sore relatif hujan kecil. Kami pun memasak sendiri semua makanan yang kami butuhkan. Kami menginap di 3 villa sederhana yang disewakan di sana. Harganya relatif murah, sekitar 400-450 ribu per malam per villa. 1 Villa menampung 2 keluarga. Toilet dan dapurnya masih layak pakai walaupun terkesan sangat sederhana (memang ini yang dicari!!). Suasana yang luar biasa ini akan membuat semua orang kangen lagi dan pasi berniat datang lagi minimal 1x lagi.
Di Ciwidey kami hanya bermalas-malasan. Bukannya molor terus. Ada yang namanya jalan pagi mengelilingi perkebunan teh, mandi air panas murah meriah, bermain bola di taman, makan jagung bakar, hingga api unggun. Malamnya anak-anak bermain PlayStation 2, ayah-ayah bermain kartu, ibu-ibu ngerumpi seperti biasanya. Saya sendiri bisa nimbrung di mana-mana. Cocok-cocok aja kok. Serasa jauh sekali dari dunia luar. 3 hari 2 malam terasa amat singkat.
Hari ke-3 kami menuju Pengalengan, Hotel Damanaka namanya. Relatif lebih dekat dengan keramaian kota, namun cuacanya tetap rendah. Di sini pun hotelnya bagus dan murah. Tidak sampai 200ribu semalam untuk kamar superiornya. Kamar-kamar ini menghadap ke taman bermain anak-anak. Di hotel ini kami relatif lebih santai karena tidak ada acara masak-memasak. Langsung makan malam di restoran hotel. Malamnya seperti biasa, ritual masing-masing dilakukan. Kartu, ngerumpi, dan PS 2. Oh ya, siangnya kami makan siang di pinggir jalan. Sungguh pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Ceritanya kami memaksakan diri berangkat dari Ciwidey ke Pengalengan sebelum makan siang, akhirnya mampir dulu ke kebun teh Malabar di Pengalengan sambil lihat-lihat hotelnya. Nah, adapun kami mampir di pinggir jalan yang relatif luas untuk parkir 6 mobil. Kami pun bongkar pasang stok makanan di sana. Pakai kertas coklat dan sendok plastik, kami pun menikmati makan siang di sana. Awalnya semua orang kaget dengan ide bokap ini, tapi akhirnya kepingin lagi, hehehe...
Well, untung saya tidak jadi ngendog di rumah saja selama Lebaran. Kami pulang Sabtu siang setelah makan siang Nasi Bakar di daerah Kopo, dan sampai di rumah masing-masing sebelum jam 5 sore. Memang harinya arus balik, tapi Tol Cikampek saat itu belum ramai. Untung dhe!! Padahal malamnya sudah macet total bo!! hehe.. Puas juga libur Lebaran kali ini. Tahun depan, kami berencana untuk menginap di Malabar, atau malah pergi ke Bali skalian! Wow, Amin-in dulu aja dhe. Mudah-mudahan jadi. Thx Jesus for this wonderful holiday. GB us.
Monday, October 06, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Malamnya anak-anak bermain PlayStation 2, ayah-ayah bermain kartu, ibu-ibu ngerumpi seperti biasanya. Saya sendiri bisa nimbrung di mana-mana.
gw sih percaya, secara loe bawel kaya ibu2, sisanya sih wajar klo bisa nimbrung.....
Foto terakhir itu menurut pengamatan Roy SUryo, loe kecebur yah....
Nyebur kan???
Hueh, gak lah ya.. Enak aja kecebur, kaki gw cukup panjang lah ya, wkwkw..
Tapi keren abis kan fotonya? n juga kameranya?? wkwkw...
Post a Comment